Teori Masuknya Islam Ke Indonesia






Gujarat, sebuah negara bagian di India barat pada Maret 2002 sempat mendapat perhatian dunia akibat terjadinya pertumpahan darah antara Hindu dan Muslim. Peristiwa dimulai ketika kelompok militan Hindu dalam jumlah besar mendatangi Ayodhya. Mereka sedang menyiapkan pembangunan sebuah kuil di kompleks Masjid Babri, yang didirikan 1528 pada masa Kesultanan Mongol.

Masjid itu, yang diklaim warga Hindu sebagai tempat lahirnya Rama, telah mereka bakar pada Desember 1992. Peristiwa yang terjadi hampir 10 tahun lalu telah menimbulkan kerusuhan besar di Ayodhya, menewaskan 2.000 orang. Dalam peristiwa itu, hingga Kamis (7/3/2002), sebanyak 667 orang dikabarkan tewas, sebagian besar Muslim dibakar hidup-hidup.

Sementara jumlah tewas diperkirakan akan bertambah, karena masih terdapat 220 orang luka parah yang dirawat di rumah sakit, banyak di antaranya dalam keadaan kritis. Gujarat, nama yang sejak lama dikenal bangsa Indonesia. Karena dalam buku-buku sejarah pada masa kolonial Belanda disebutkan Islam di Indonesia disebarkan dari Gujarat, India. Mengacu pada pendapat Prof Christian Snouck Hurgronye, sebagai kepala Kantor Penasihat Urusan Arab dan Islam di Hindia Belanda yang dilontarkan pada 1809. Dalam seminar Masuknya Islam di Indonesia 17–20 Maret 1963 di Medan, pendapat Snouck dan para orientalis Belanda itu dibantah keras.

Seminar empat hari yang dihadiri para sejarawan, ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi dan tokoh ulama se-Indonesia menyimpulkan, Islam untuk pertama kali telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah langsung dari Arab. Sedangkan daerah pertama yang didatanginya adalah pesisir Sumatra.

Setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam pertama berada di Aceh. Yakni Sultan Djohansah yang memerintah antara 601–631 Masehi. Pendapat Snouck yang menyebutkan Islam berasal dari India, kata Hamka dalam prasarannya di seminar itu, merupakan jarum halus untuk menentang pengaruh Arab yang ia dapati ketika Aceh berperang melawan Belanda.

Sedangkan Mr Hamid Algadri dalam bukunya ‘Politik Belanda terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia’, menilai pernyataan Snouck itu terkait dengan sikap Belanda terhadap keturunan Arab di zaman kolonial yang berusaha memisahkan mereka dari bangsa Indonesia. Sedangkan Snouck bertindak sebagai ilmuwan yang ingin mengabdikan ilmunya untuk kepentingan kolonialisme Belanda di Indonesia. Yakni membebaskan orang Indonesia dari Islam.

Salah satu usaha mencapai tujuan itu ialah menjauhkan orang Indonesia dari keturunan Arab yang identik dengan Islam. Sedangkan menurut Hamka, Belanda merasa lebih aman dalam menjalankan politik kolonialnya, bila Islam dinyatakan datang dari India, bukan dari Arab.

Tapi, bagaimanapun tidak dapat dipungkiri, sebelum para pedagang dan kemudian para mubalig Islam (termasuk walisongo) berdatangan di Indonesia, mereka terlebih dulu singgah di Gujarat. Kala itu pelayaran masih menggunakan kapal layar, dengan Gujarat sebagai daerah persinggahan utama. Daerah ini sejak pra-Islam sudah didatangi para saudagar Timur Tengah. Maka, pada masa Islam agama ini cepat berkembang di Gujarat. Gujarat memiliki reputasi dalam penyiaran Islam. Sejak abad ke-13 sampai beberapa abad kemudian, kawasan ini berada dibawah kesultanan-kesultanan Islam.

Pada masa Sultan Ahmad I (1411-1412), ia membangun ibukota baru yang dikenal dengan namanya sendiri Ahmadabad sebagai ganti Anahilwada (masa Hindu). Saat ini penduduk Ahmadabad 4,5 juta jiwa. Sedang umat Islam satu juta jiwa.

India sendiri yang berpenduduk sekitar satu miliar jiwa, 14 persen atau 140 juta adalah Muslim: merupakan umat Islam terbesar kedua di dunia, setelah Indonesia. Ketika India merdeka pada 1947, banyak umat Islam yang memilih bergabung dengan Pakistan. Di antaranya, 40 juta memilih tetap berada di India. Posisi umat Islam di India yang minoritas itu jadi terancam Agustus 1989, ketika PM Rajiv Gandhi memberikan izin pada umat Hindu untuk mendirikan kuil di Masjid Babri.

Akibatnya, tempat beribadah umat Islam yang telah berusia lebih empat setengah abad itu, tanpa rasa hormat sedikit pun dibakar kelompok militan Hindu. Peristiwa menyedihkan itu harus dibayar mahal, dengan jatuhnya banyak korban. Yang menyedihkan, partai politik di India, baik Kongres maupun Bharatiya Janatha Partai (Hindu Nasionalis) yang kini berkuasa, telah mengangkat masalah Ayodhya untuk menarik pemilih Hindu.

Seperti partai yang disebut terakhir ini, yang dipimpin PM Atal Bahari Vijpayee memperoleh kemenangan dalam pemilu lalu berkat pernyataan dalam kampanye bahwa Ayodhya adalah milik orang Hindu. Sebagai umat beragama, kita turut prihatin terhadap tragedi yang terjadi di India. Karena itu, umat Islam di Indonesia berharap agar kelompok Hindu tidak memaksakan untuk membangun kuil di kompleks masjid Babri.


Berkembangnya agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah peradaban dunia. Bahkan, pesatnya perkembangan agama Islam itu, baik di barat maupun timur, pada abad kedelapan sampai 13 Masehi mampu menguasai berbagai peradaban yang ada sebelumnya.
Tak salah bila peradaban Islam dianggap sebagai salah satu peradaban yang paling besar pengaruhnya di dunia. Bahkan, hingga kini, berbagai jenis peradaban Islam itu masih dapat disaksikan di sejumlah negara bekas kekuasaan Islam dahulu, misalnya Baghdad (Irak), Andalusia (Spanyol), Fatimiyah (Mesir), Ottoman (Turki), Damaskus, Kufah, Syria, dan sebagainya.
Menurut Ma'ruf Misbah, Ja'far Sanusi, Abdullah Qusyairi, dan Syaid Sya'roni dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, setidaknya ada dua sebab dan proses pertumbuhan peradaban Islam, baik dari dalam maupun luar Islam. Dari dalam Islam, perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam itu karena bersumber langsung dari Alquran dan sunnah yang mempunyai kekuatan luar biasa. Sedangkan, dari luar Islam, peradaban Islam itu berkembang disebabkan proses penyebaran Islam yang dilandasi dengan semangat persatuan, perkembangan institusi negara, perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan daerah Islam.
Menurut Ma'ruf Misbah dkk, perkembangan peradaban Islam yang dilandasi dengan semangat persatuan Islam telah ditanamkan Rasulullah SAW sejak awal perkembangan Islam di Timur Tengah. Kemudian, dalam praktiknya, seiring dengan makin luasnya wilayah kekuasaan Islam, gesekan atau kebudayaan masyarakat setempat memengaruhi umat Islam untuk mengadopsi dan mewarnai peradaban lokal yang disesuaikan dengan ajaran Islam.
Dari proses semacam inilah, peradaban Islam terus berkembang dari peradaban kebudayaan, bangunan, bahasa, adat istiadat, hingga pada ilmu pengetahuan. Ma'ruf menambahkan, berkembangnya peradaban Islam itu disebabkan Islam meletakkan dasar-dasar kepercayaan murni.
''Keyakinan manusia hanyalah pada Tuhan, bukan pada benda, hawa nafsu, atau kemegahan. Semua kerja kemanusiaan hanyalah untuk Allah. Tidak ada yang perlu dipertuan dan dipertuhankan, kecuali Allah,'' tulisnya.
Karena itu, tak heran bila akhirnya kekuatan Islam yang bersendi pada Alquran mampu menaklukkan berbagai wilayah negara. Di mulai dari masa Rasulullah, kemudian diteruskan di masa Khulafaur Rasyidin, hingga masa tabiin dan munculnya berbagai dinasti Islam di sejumlah negara, seperti Dinasti Abbasiyah, Umayyah, Fatimiyyah, Ottoman, Mamluk, dan sebagainya.
Dari keyakinan itu pula, umat Islam mampu membentuk peradaban baru dan kebudayaan baru hingga menghasilkan berbagai macam peradaban di wilayah kekuasaan Islam tersebut. Seperti diketahui, menyebarnya agama Islam ke berbagai wilayah telah terjadi pertukaran kebudayaan antara satu negeri dan negara lainnya.
Bidang kebudayaan yang mulai tumbuh pada awal permulaan Islam itu adalah (a) seni bangunan sipil, seperti pembuatan gedung, istana, dan kantor pemerintahan; (b) seni bangunan untuk ibadah; (c) seni bangunan pertahanan militer, seperti benteng; dan sebagainya.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, dibentuk pula sejumlah departemen untuk mengurus kebutuhan negara Islam, seperti departemen masalah politik (nizham al-siyasyi), departemen administrasi negara (nizham al-Idary), departemen ekonomi dan keuangan (nizham al-Maly), departemen angkatan perang (nizham alHarby), serta departemen urusan peradilan dan kekuasaan kehakiman (nizham al-Qadla). Selain itu, pertumbuhan ilmu pengetahuan juga mulai tumbuh seperti ilmu tafsir, qiraat, ilmu hadis, nahwu, dan sebagainya.

 Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada 6 agama resmi yang diakui di Indonesia, salah satunya adalah agama Islam. Kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia? Ada banyak pendapat yang menyatakan kapan Islam pertama kali masuk ke kepulauan Indonesia. Sekarang, Kelas Merdeka akan membahas tentang pendapat para ahli tentang kapan masuknya Islam untuk pertam kali ke kepulauan Indonesia.

Simak baik-baik ya, pendapat yang pertama asalnya dari Hoesein Djajadiningrat. Dia bilang kalau Islam yang sekarang ada di Indonesia asalnya dari Persia atau sekarang kita kenal dengan nama Iran. Nggak cuma asal ngomong aja, Hoesein ini menyatakan pendapatnya berdasarkan kesamaan budaya dan tradisi yang sudah berkembang di antara masyarakat Indonesia dan Parsi. Pendapat yang kedua asalnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau sering kita kenal dengan nama Buya Hamka. Buya Hamka menyatakan kalau Islam itu berasal dari Arab atau Mesir. Teori Buya Hamka ini didukung oleh Anthony H. Johns yang juga mengatakan kalau Islam berasal dari Mekkah. Menurutnya, proses Islamisasi di kepulauan Indonesia dilakukan oleh para musafir atau kaum pengembara.

Semua teori yang diucapkan oleh para ahli itu nggak sekedar omong kosong biasa. Proses Islamisasi yang ada di Indonesia adalah hal yang rumit untuk bisa dijelaskan secara pasti. Yang jelas, tempat proses Islamisasi di Indonesia bermula di Pasai dan Malaka. Pengaruh pasai lalu dilanjutkan oleh Aceh Darussalam. Semua daerah seperti Johor, Aceh Darussalam, Minangkabau, Malaka, Luwu, dan Gowa-Tallo saling berkaitan tentang pengislaman daerah nusantara.

Komentar